Tragedi bayi Dera, baru pejabat gerak benahi pelayanan kesehatan

Author
Published 22:46
Tragedi bayi Dera, baru pejabat gerak benahi pelayanan kesehatan

ID.YAHOO.COM. Cerita pilu pasangan muda Elias Setyonugroho dan Lisa Darawati yang harus kehilangan putrinya karena tak bisa mendapatkan pelayanan medis, akhirnya membuat mata semua pihak. Bahwasannya sistem, infrastruktur, pelayanan kesehatan di Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Seperti sebuah kasus hukum, dalam dunia kesehatan masyarakat kelas bawah juga tersingkirkan. Tingginya biaya berobat yang ditawarkan pihak rumah sakit membuat mereka yang berasal dari ekonomi lemah, sadar diri. Atas pertimbangan itu juga lah Elias dan Lisa akhirnya memilih membawa bayi Dera dirawat ke di rumah mereka.

Bayi Dera bersama kembarannya Dara, lahir dengan kondisi prematur di RS Zahira, Jakarta Selatan. Selain prematur, bayi Dera rupanya juga mengalami gangguan di saluran pernapasannya.

Pihak rumah sakit mengaku tak punya alat khusus menangani kondisi Dera. Orang tua Dera diminta merujuk anaknya ke rumah sakit yang menyediakan alat-alat mahal itu seperti yakni ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan incubator.

Tapi hidup memang tak semudah membalik telapak tangan. Perjuangan mereka menyelamatkan si kembar harus dibayar mahal. Sayang, kondisi keuangan membuat mereka tak bisa berbuat banyak selain berharap keringanan tangan dari pihak rumah sakit.

Elias tak putus asa meski sadar ekonomi tak memungkinkan. Banyak rumah sakit dia datangi dengan harapan ada yang menerima si kembar sekaligus mengerti keadaan ekonomi mereka.

Tapi semangat itu mulai luntur tatkala satu per satu rumah sakit menyatakan menolak dengan berbagai alasan. Mulai dari ruangan penuh sampai tidak memiliki alat yang dibutuhkan si kembar.

Pilihan merawat Dera dan Dara di rumah ternyata memang bukan pilihan terbaik. Bayi Dera yang seharusnya butuh penanganan khusus meninggalkan Elias, Lisa dan adiknya Dara untuk selama-lamanya. Kondisi Dera terus melemah.

Semua terhenyak setelah kabar ini menyeruak ke publik. Mereka para pemangku kepentingan sibuk membela diri. Baik dari pihak rumah sakit, Dinas Kesehatan dan gubernur DKI maupun Kementerian Kesehatan pasang badan.

Sebenarnya masih banyak bayi Dera lainnya yang juga mengalami kasus serupa. Tapi lagi-lagi kasus per kasus yang terjadi tak membuat mereka sebagai pelayan kesehatan berbenah diri.

Alasan klise jadi andalan. Tidak ada penolakan, kondisi rumah sakit penuh, dan alat yang tak memadai.

Kritik pedas menyerang dunia kesehatan Tanah Air. Publik yakin alasan pihak rumah sakit menolak karena latar belakang keluarga Dera yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Pihak pelayan kesehatan membela diri dengan menegaskan tidak pernah ada kata membedakan pelayanan dalam dunia medis. Semua yang sakit baik dari keluarga miskin atau kaya wajib ditolong, meski faktanya tidak.

Sadar terus disorot publik, mereka kembali menyampaikan janji-janji lama. Seperti meningkatkan pelayanan, ruang rawat inap dan sumber daya yang mumpuni.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati misalnya. Dia membantah rumah sakit sengaja menolak, tapi yang terjadi sebagian rumah sakit tak memiliki alat yang dibutuhkan Dera.

"Tidak ada penolakan karena KJS, semua rumah sakit itu tidak menolak bayi Dera. Tapi karena alatnya nggak ada," ungkap Dien dalam jumpa pers di Kantor Dinkes DKI Jakarta.

Dien memaparkan, dari seluruh rumah sakit di Jakarta hanya tersedia 143 ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Dengan rincian sebanyak 45 di Jakarta Pusat, 14 di Jakarta Utara, 33 di Jakarta Barat, 16 di Jakarta Selatan, dan 35 di Jakarta Timur.

"Sedangkan untuk RS Harapan Kita hanya ada 12 NICU, Harapan Bunda 4, RS Fatmawati 3, Budi Asih 0, Carolus 0 dan RSUD Tarakan 12," jelasnya.

Pembelaan serupa juga datang dari Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Menurut Mboi, tidak ada rumah sakit yang menolak menampung Dera. Mboi mengatakan, kondisi buruk Dera yang lahir prematur menjadi penyebab utama bayi tersebut meninggal.

"Anak ini memang prematur, beratnya hanya 1 kg. Kalau anak berat 1 kg memang survivalnya (kemampuan bertahan hidupnya) kecil sekali. Jadi bukan karena dia ditolak di mana-mana tapi karena kondisinya buruk," kata Mboi.

Meski demikian, mereka berjanji akan menambah sesegera mungkin ruangan NICU di seluruh rumah sakit di Jakarta. Selain ruangan NICU, setiap rumah sakit diwajibkan memperbanyak incubator.

"Saat ini RSCM hanya memiliki 10 tempat tidur di ruang NICU dan kita berencana menambah 30 tempat tidur lagi. Selain 10 tempat tidur, ada 54 tempat tidur untuk bayi baru lahir dan ada tujuh pasien yang menunggu untuk masuk. Ini adalah bukti bahwa kesehatan ibu dan anak harus ditingkatkan," kata Direktur Utama RSCM, Soejono.

Tak hanya dari dinas dan kementerian, Gubernur Joko Widodo juga berjanji segera mengevaluasi program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Sebab, program unggulan ini sebut-sebut tak bisa digunakan di rumah sakit yang didatangi orang tua Dera.

"Ya sudah dievaluasi, sudah ngerti lah kita," kata Jokowi.

Jokowi malah mengklaim kalau salah satu program unggulannya ini amat dibutuhkan masyarakat Jakarta. Belajar dari kasus bayi Dera, Jokowi berjanji segera menambah fasilitas pendukung rumah sakit seperti penambahan NICU, kamar inap, alat-alat media juga SDM-nya.

"Ditambah, secepetnya. Kalau ruangan, kita sebenernya mau kejar, uangnya ada, anggarannya ada. Kita memang mau minta izin untuk kerjain design and build," tegasnya.

Selain itu, Ketua Satgas Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), M Ihsan mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaudit 10 rumah sakit yang menolak bayi Dera Nur Anggraini. Karena akibat penolakan 10 rumah sakit tersebut, Dera meninggal dunia.

"Melihat kondisi ini ada kejanggalan tentang sikap rumah sakit dengan surat yang menunjukkan kondisi pasien. Oleh karena itu, kita minta Kemenkes untuk melakukan audit layanan publik, apa itu pelanggaran SOP pelayanan publik atau tidak," kata Ihsan.

Sangat disayangkan semua perbaikan itu dilakukan setelah terjadi kasus bayi Dera meninggal. Jika kasus itu tidak terjadi, apakah mereka-mereka tetap akan memberikan fokus perbaikan dan pelayanan kesehatan?

Yang jelas, siapa pun orangnya, apapun pangkatnya dan dari mana dia berasal, ketika sakit berhak dan wajib mendapatkan pelayanan yang terbaik.

Sumber: ID.Yahoo.com

[ADS] Bottom Ads

Pages

Copyright © 2021